Salah satu cerita rakyat Kalimatan Timur yang cukup populer adalah Legenda Pesut Mahakam. Cerita rakyat ini diyakini oleh sebagian masyarakat hingga kini.
Pesut Mahakam adalah salah satu hewan endemik yang banyak ditemukan di Kalimantan Timur. Pesut ini adalah sejenis hewan mamalia yang mirip dengan lumba-lumba.
Di Kalimantan Timur, hewan Pesut Mahakam ini bahkan dijadikan sebagai maskot provinsi Kaltim. Hal ini karena keberadaan pesut yang ada di Sungai terpanjang di Kalimantan ini.
Meski begitu, kini keberadaan Pesut Mahakam dianggap semakin berkurang dan terancam punah. Terutama karena habitatnya tergangu dengan aktivitas manusia.
Menurut data dari laman Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, status Pesut Mahakam kini jumlahnya tak sampai 100 ekor. Karena itu hewan tersebut kini termasuk ke dalam hewan yang dilindungi.
Lantas seperti apa legenda Asal-usul Pesut Mahakam yang ada di Kalimantan Timur ini? Berikut kisahnya sebagaimana dilansir dari Buku “Kearifan Lokal Cerita Rekyat Kalimantan Timur” yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Legenda Pesut Mahakam
Alkisah, disebuah desa hiduplah sepasang suami istri bersama dengan dua orang anaknya. Seorang anak laki-laki dan anak perempuan.
Pak Pung adalah nama suami itu. Ia hidup dan mencari nafkah dengan bertani dan menangkap ikan.
Mereka hidup dengan tenang dan bahagia. Namun, suatu hari istri Pak Pung jatuh sakit. Hingga akhirnya ia harus meninggal dunia.
Tinggallah Pak Pung bersama kedua orang anaknya.
Pekerjaannya pun menjadi kian berat, lantaran di samping bekerja di ladang, mencari ikan, ia juga harus mengurus kedua orang anaknya. Semakin hari Pak Pung merasa semakin terbebani.
Hingga suatu hari, diadakanlah sebuah pesta panen di kampung tersebut. Semua masyarakat bergembira akan hasil panen yang melimpah, termasuk Pak Pung.
Pada saat itu, Pak Pun turut bernyanyi dan menari bersama seorang gadis cantik. Timbullah perasaan suka dan jatuh cinta kepada gadis tersebut di dalam hatinya.
Pak Pung lantas mengajak gadis tersebut menikah. Dan ternyata, lamarannya diterima. Sang Gadis bersedia menjadi istri Pak Pung.
Kini hidup Pak Pung tak lagi kesepian. Mereka hidup rukun dan bahagia sebagai sepasang keluarga bersama dengan dua orang anak Pak Pung.
Namun kebahagiaan itu tak bertahan lama. Semakin hari, tabiat buruk sang istri semakin terlihat. Terutama kepada anak-anak mereka, sang istri selalu berlaku kasar.
Ia juga sering menghukum anak-anak tersebut dan tidak memberinya makan.
Kedua anak itu juga disuruh untuk mencari kayu bakar di hutan. Jika kayu bakar yang didapat kurang, mereka harus bermalam di hutan sampai kayu bakarnya cukup.
Suatu hari kedua anak itu pun tidak mendapatkan kayu bakar. Akibatnya mereka sudah tahu bahwa mereka harus bermalam di dalam hutan.
Malam itu mereka pun kelaparan di dalam hutan.
Namun tiba-tiba, mereka bertemu dengan seorang kakek tua. Kakek tersebut mengajak kedua kakak beradik tersebut untuk pergi ke utara.
Di sana terdapat sebuah pohon yang penuh dengan buah-buahan. Anak-anak diperbolehkan untuk mengambil sebanyak mungkin buah, namun hanya boleh sekali. Jika sudah mengambil buah maka tidak boleh lagi kembali.
Sayangnya, kedua anak tersebut terlupa diri dan kembali lagi mengambil buah tersebut.
Keesokan harinya, keduanya pun pulang ke rumah. Namun sungguh tak disangka, sesampai di kampung, mereka tidak dapat menemukan kedua orang tua mereka.
Setelah bertanya kepada para tetangga, ternyata kedua orang tuanya telah pindah. Para tetangga pun memberitahu kemana kedua orang tua mereka pindah.
Kedua kakak beradik pun lekas berangkat untuk mencari alamat baru Pak Pung. Hingga akhirnya mereka menemukan sebuah pondok yang ada di tengah ladang.
Itulah rumah baru Pak Pung.
Karena kelaparan, si kakak beradik segera masuk ke dalam rumah tersebut untuk mencari makan. Beruntungnya, mereka menemukan nasi ketan di atas periuk panas. Keduanya pun menyantap habis nasi ketan tersebut hingga kenyang.
Setelah puas dan kenyang, mereka pun merasa gerah dan kepanasan. Keduanya pun keluar rumah untuk mencari udara segar.
Karena masih kepanasan, mereka memutuskan untuk melepaskan baju dan terjun ke sungai.
Ketika Pak Pung dan istrinya pulang ke rumah, mereka kaget melihat nasi ketan yang sudah dibuat telah habis. Mereka menjadi penasaran, siapakah gerangan yang menghabiskan makanan tersebut.
Mereka pun menelusuri jejak dari bekas-bekas makanan yang terjatuh di tanah. Hingga akhirnya mereka sampai di pinggir sungai.
Dari dalam sungai, Pak Pung dan istrinya melihat dua ekor ikan sedang timbul tenggelam. Kedua ikan tersebut berenang sambil menyemburkan air dari hidung dan mulutnya.
Melihat gelagat si ikan, tiba-tiba Pak Pung menyadari bahwa kedua ikan pesut itu tak lain adalah anak mereka. Keduanya pun menjadi sangat sedih mendapati anaknya telah berubah menjadi ikan pesut. Khususnya sang istri, ia pun akhirnya menyesal dengan segala perbuatannya kepada kedua anak tirinya itu.
Itulah cerita mengenai asal-usul pesut Mahakam. Sebuah cerita rakyat Kalimantan Timur yang melegenda
Source : Edward Ridwan