Sebagian diaspora Indonesia di perantauan semakin memilih untuk pulang ke tanah air. Hal ini ditunjukkan oleh laporan dari Perusahaan perekrutan Robert Walters.
Salah satu temuan utama menyebutkan tiga dari lima diaspora Indonesia menyatakan berencana untuk kembali dalam lima tahun ke depan. Ini sekitar 60% dari keseluruhan survei.
Temuan ini menunjukkan adanya kenaikan dari data sebelumnya di tahun 2021. Di mana hanya 46% responden yang mempertimbangkan untuk kembali ke Indonesia.
Namun 56% diaspora Indonesia dari survei ini menyatakan bahwa situasi ekonomi memengaruhi keputusan mereka. Apakah ingin untuk menetap di luar negeri ataupun kembali ke Indonesia.
“Banyaknya diaspora Indonesia yang membangun karir di luar negeri menunjukkan adanya pengakuan akan keunggulan kompetitif talenta lokal di pasar kerja internasional,” ungkap Country Head Robert Walters Indonesia, Eric Mary, dikutip Rabu (30/8/2023).
“Pemilik perusahaan bisa mempersiapkan diri dalam menyambut kembali talenta-talenta ini, saat siap kembali ke Tanah Air,” tambahnya.
Lebih lanjut kenaikan minat diaspora Indonesia untuk kembali ke Tanah Air dipengaruhi oleh beberapa faktor. Seperti keinginan untuk mengurus orang tua dan tinggal lebih dekat dengan kerabat dan pasangan di Indonesia (68%).
Ada pula hubungan emosi, sosial, dan kultural yang mendalam dengan Indonesia (36%) serta peluang pekerjaan yang menarik (29%). Lalu keinginan memberikan sumbangsih pada negara (25%) dan keinginan untuk menghabiskan masa pensiun di Indonesia (20%).
Keinginan ini pun diperkuat dengan adanya pengaruh faktor ekonomi yang dianggap memberikan sentimen positif. Yaitu keyakinan pada pertumbuhan dan stabilitas ekonomi Indonesia (65%).
Lalu meningkatnya permintaan akan kompetensi spesifik (skillset) di Tanah Air (45%). Termasuk peluang untuk berbisnis atau berwirausaha (37%) dan munculnya industri baru yang cocok dengan keahlian (29%).
Sementara itu, dilihat dari sudut pandang yang berlawanan, survei Robert Walters menemukan sebanyak 35% diaspora Indonesia menyatakan enggan untuk kembali ke Indonesia. Lima alasan utama menghalangi keinginan untuk pulang.
Di antaranya, perbedaan standar besaran kompensasi dan manfaat yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan asing, dibandingkan dengan perusahaan di Indonesia (68%). Lalu kualitas hidup di Indonesia- dari segi fasilitas publik, faktor keamanan, serta fasilitas masyarakat- yang dinilai lebih rendah dibandingkan dengan yang ada di negara asing (45%).
Selain itu, situasi sosial di Indonesia juga dinilai kurang menguntungkan. Ini dilihat dari segi tingkat keamanan publik, stabilitas politik, serta isu rasial (39%).
Beberapa faktor lain seperti kurangnya peluang pekerjaan untuk beberapa keahlian, adanya perbedaan budaya dan sistem bekerja (36%) juga mempengaruhi. Termasuk keluarga yang telah beradaptasi dengan kehidupan di negara asing (24%).
“Ditinjau dari faktor ekonomi, keengganan ini diperkuat dengan beberapa alasan pendukung lainnya seperti anggapan di mana kompetensi ahli lebih dihargai di luar negeri (66%), pemasukan di negara asing yang lebih berimbang dengan biaya hidup yang dikeluarkan (56%), ekonomi luar negeri yang lebih stabil (49%), serta inisiatif dan insentif pemerintah luar negeri yang lebih baik (35%),” tambah perusahaan.
Terkait keinginan dan peluang untuk kembali dan berkarir di kampung halaman, diaspora Indonesia mempertimbangkan beberapa aspek. Mulai dari gaji dan keseluruhan paket kompensasi yang ditawarkan, budaya perusahaan dan gaya kepemimpinan, pembagian tugas serta tanggung jawab, jenjang karir dalam perusahaan, serta ukuran dan karakter perusahaan atar industri.
Sumber: CNBC Indonesia