Beberapa waktu belakangan ini, ibu kota Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), Tanjung Selor, semakin sering digenangi air.
Hal ini pun sudah sering menjadi sorotan dalam pertemuan-pertemuan yang digelar oleh Pemkab Bulungan, maupun kalangan DPRD Kabupaten Bulungan.
Forecaster BMKG Tanjung Selor Raden Eko Sarjono di ruangannya, Rabu (12/7/2017) menjelaskan, khusus untuk banjir kali ini disebabkan oleh tingginya curah hujan di hulu Sungai Kayan.
Berdasarkan data, jelasnya, saat ini ada daerah bertekanan rendah di Samudera Hindia, tepatnya di sebelah barat Pulau Sumatera.
Juga ada belokan dan perlambatan angin di bagian barat Pulau Kalimantan.
Ketiga hal ini mengakibatkan pertumbuhan awan konveksi di Kalimantan Utara juga meningkat secara signifikan.
“Daerah di hulu seperti Kabupaten Malinau terkena imbas. Di sana curah hujannya cukup tinggi,” jelasnya.
Kondisi ini diperparah terjadinya air pasang di laut, yang mengakibatkan air tertahan di Tanjung Selor.
“Puncaknya memang hari ini. Tapi masih terjadi sampai 2 atau 3 hari kedepan, ” kata Raden.
Bicara semakin seringnya terjadi di Tanjung Selor, menurutnya diakibatkan banyak faktor. Faktor utamanya yakni kondisi cuaca dan topografi lahan.
Dari sisi cuaca, memang terjadi hal-hal yang mengakibatkan curah hujan semakin tinggi.
Sementara untuk topografi lahan, berdasarkan pengamatan, kata Raden, semakin seringnya terjadi banjir di Tanjung Selor juga diakibatkan perubahan alam itu sendiri.
Dulunya, kata dia, daya dukung lahan khususnya yang berada di hulu Sungai Kayan masih cukup baik.
Tapi seiring perkembangan zaman dan pertumbuhan penduduk, daerah-daerah ini sudah mulai berubah fungsi.
Tapi tentunya, kata dia, penjelasan ini belumlah lengkap.
Tentang sejauhmana dan seberapa besar hal tersebut berkontribusi terhadap semakin seringnya terjadi banjir, harus dijelaskan oleh ahli atau instansi terkait yang membidanginya.
“Sekarang kan lahan-lahan sudah mulai dihuni masyarakat, ada perusahaan-perusahaan. Tapi yang lebih tepat menjelaskannya bukan saya,” ujarnya.