Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta agar Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bersabar ihwal pembayaran utang rafaksi minyak goreng senilai Rp 344 miliar.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim menekankan bahwa pemerintah dalam hal ini Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) akan tetap membayar utang rafaksi, sehingga rekomendasi dari Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) tentang adanya regulasi baru terkait pembayaran rafaksi dianggapnya tidak perlu.
“Gak perlu dibuat aturan baru. Karena prinsip sebenarnya LO (legal opinion) itu tidak harus membuat aturan baru lagi mengenai pembayaran rafaksi, (sehingga) akan tetap ada kewajiban bagi pemerintah untuk membayarkan, dalam hal ini BPDPKS yang membayarkan,” kata Isy Karim saat ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (11/5/2023).
Karim mengatakan, jika LO atau pendapat hukumnya sudah ada, dan dinyatakan pemerintah harus membayarkan utang rafaksi tersebut, maka pemerintah akan segera membayarkannya.
“Ya cukup (LO saja tanpa regulasi baru), karena yang kita minta cuma LO, setelah LO cukup ya tinggal kita bayarkan saja,” ujarnya.
Sementara, apabila hasil pendapat hukum menyatakan pemerintah tidak bisa membayarkan utang rafaksi minyak goreng karena Permendag yang mengatur sudah diganti, Karim menegaskan bahwa akan ada upaya lain sepanjang itu sudah ada keputusannya.
“Kan kemarin ada dua opsi, kalau iya maka akan dibayar. Kalau tidak, maka ada upaya lain sepanjang itu sudah ada keputusan. Kalau tidak kan kita tidak bisa berandai-andai,” tutur dia.
Lebih lanjut, Karim menyebut sudah ada progres yang bagus dari pendapat hukum yang diminta Kemendag kepada Kejaksaan Agung. Jadi secara prinsipnya, kata dia, sudah mulai ada jalan untuk penagihan dari utang rafaksi minyak goreng senilai Rp 344 miliar untuk peritel.
“Ini sudah saya sampaikan ke teman produsen dan ritel. Dan disepakati juga bahwa ketentuan Permendag nomor 3 tahun 2022 bahwa disamping yang klaim adalah produsen, pembayarannya berdasarkan hasil survey independen yang dalam hal ini dilakukan oleh Sucofindo,” jelasnya.
“Kemudian dari LO, intinya apabila ada perbedaan angka antara yang diklaim dengan yang dibayarkan bisa dicarikan solusi lain. Intinya agar tetap terbuka aja bukan mengandalkan hasil survey itu semata atau hasil verifikasi surveyor independen,ntapi juga ada upaya lain yang bisa dilakukan oleh pelaku usaha kalau yang boleh dibayarkan tidak sesuai dengan klaimnya,” lanjut dia.
Sementara itu, terkait opsi Aprindo yang katanya akan melakukan boikot minyak goreng, Karim mengatakan, hal itu sudah mulai disampingkan oleh kedua belah pihak karena yang penting proses ini sudah mulai berjalan.
Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey setuju dengan Kemendag dan akan mengikuti proses yang sedang berjalan.
“Kita minta selama legal opinion berproses, kita minta juga verifikasi yang sudah diselesaikan oleh Sucofindo, verifikasi perhitungan data peritel dan produsen dapat dibuka, dapat ditransparankan supaya kita bisa menilai dan melihat hasil verifikasi itu seperti apa,” kata Roy saat ditemui di Kantor Kemendag.
“Karena ada indikasi hasil verifikasinya itu tidak sama dengan nilai yang sudah kami sampaikan. nah ini kan menimbulkan pertanyaan. Sementara kita harus pertanggungjawaban kepada anggota,” lanjut dia.
Dia pun berharap pertemuan antara Kemendag dan Aprindo bisa berlanjut seminggu sekali agar ada titik terang.
“Saya minta ini terus berlanjut sampai selesai. Kalau perlu seminggu sekali. Karena kalau tidak kami akan bersuara terus meminta kepastian,” jelasnya.