Kalimantan Utara memiliki wilayah yang cukup luas, 72.275 kilometer persegi. Selain luas, sebagian besar wilayah Kaltara juga masih berupa hutan dengan akses yang cukup sulit. Wilayah yang luas tersebut memiliki potensi yang bisa dikembangkan, di antaranya adalah perkebunan kelapa sawit.
Potensi ekonomi tersebut juga berbanding lurus dengan risiko kerusakan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia. Misal, kebakaran hutan maupun pembalakan liar. Meski sudah ada aturan tentang perhutanan dan lingkungan hidup di Indonesia, masih saja ada yang melakukan praktik kotor demi keuntungan pribadi. Seperti perusahaan yang membakar puluhan hektare lahan untuk membuka perkebunan kelapa sawit.
Dinas Kehutanan Kalimantan Utara berencana memanfaatkan teknologi pesawat tanpa awak atau drone untuk melakukan pengamanan dan perlindungan hutan tersebut dari bahaya kebakaran maupun pembalakan liar. Rencananya, Dishut akan melakukan pengadaan beberapa unit drone tahun ini untuk kegiatan pengamanan dan kebakaran hutan.
Kepala Dinas Kehutanan Kaltara Syarifuddin mengatakan, pemanfaatan drone bertujuan untuk kegiatan pengamanan dan penanganan kebakaran hutan. Sehingga, untuk kawasan hutan yang sulit diakses bisa dilakukan pemantauan dan pengamanan dengan drone tersebut. Selain itu, jika terjadi kebakaran hutan yang bisa diakses cepat, penggunaan drone tersebut akan mempermudah pemetaan kawasan. Data yang didapatkan bisa lebih banyak.
Penggunaan drone juga diharapkan mempermudah dan meningkatkan ketelitian dalam melakukan pengamanan hutan. Dari data dan informasi yang didapat lewat drone, diharapkan akan menjadi promosi bagaimana kegiatan pencegahan dan pengamanan kebakaran hutan.
“Ke depan, dengan semakin kita menguasai teknologi drone, kita bisa memiliki cakupan data yang lebih luas seperti pembalakan liar atau ilegal logging,” tuturnya, Selasa (31/10).
Pemanfaatan drone untuk pengamanan hutan sebenarnya sudah banyak digunakan. Penggunaan drone sangat membantu untuk mengecek kondisi wilayah secara tepat waktu dan presisi. Hasil dari potret areal yang dipakai oleh drone memiliki kelebihan dari citra satelit yang umum digunakan. Dengan kemampuan drone terbang rendah di bawah awan, maka distorsi gambar akibat tutupan awan dapat dihindarkan.
Bahkan, drone dapat memotret secara detail obyek-obyek kecil di daratan. Karena itu, drone cocok untuk fungsi pemotretan detail di wilayah tertentu. Untuk area jelajah, drone dapat diset untuk terbang mengikuti alur yang telah ditentukan. Dalam waktu sekitar dua jam setelah penerbangan, seluruh data hasil terbang drone yang diunggah ke komputer dapat muncul dalam bentuk tiga dimensi.
Syarifuddin mengatakan, sebelum rencana menggunakan drone, pemantauan kawasan hutan hanya dilakukan dengan cara manual oleh polisi hutan. Untuk pemantauan kebakaran ada Brigade Kebakaran Hutan. Pemanfaatan teknologi drone juga bisa dikombinasikan dengan aplikasi Sipongi milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Jadi, ketika ada titik api di Sipongi, kemungkinan besar terjadi kebakaran sehingga perlu dicek lagi dengan memanfaatkan drone agar lebih cepat menemukan lokasi. Karena Sipongi baru berdasarkan citra satelit,” jelasnya.
Pemantauan kawasan dengan drone juga nantinya bisa dilakukan untuk melihat potensi terjadinya kebakaran, misalnya, akibat kekeringan karena musim kemarau. Selain itu, juga bisa dilihat potensi adanya pembalakan liar karena luasan kawasan bisa mudah dipantau dari atas.
“Dengan drone ini juga bisa memberikan informasi berapa luas hutan yang misalnya terbakar. Jadi sangat membantu tugas dan mendata kawasan hutan,” imbuhnya.
Ke depan, penggunaan drone tidak hanya bisa dimanfaatkan Dishut, tetapi juga bisa digunakan instansi lain di bawah Dishut yang membutuhkan. Misalnya, oleh Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) yang kerjanya langsung di tingkat tapak atau di lokasi langsung. Drone tersebut bisa digunakan mereka untuk mempermudah akses dalam melakukan pendataan dengan lebih akurat.
“Tapi tentu saja akan didampingi oleh yang bisa menggunakan drone, karena risiko kerusakannya dan harganya juga mahal,” terangnya.
Dari data-data yang bisa didapatkan dari pemanfaatan drone, pihaknya juga bisa memberikan laporan kepada instansi yang terkait. Termasuk kepada kepala daerah untuk memberikan arahan dari data yang ada kepada instansi di bawahnya.
Namun, dia mengatakan, meski teknologi bisa membantu melakukan pemantauan dan pengamanan, cara terbaik untuk mencegah kebakaran adalah dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat akan bahaya kebakaran hutan. Semakin masyarakat paham, maka akan semakin bagus dalam upaya mengurangi tingkat kebakaran hutan.
“Untuk itu, dishut tidak bekerja sendiri, dibantu instansi lain yang terkait dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang concern soal kebakaran hutan. Kami bahu membahu untuk melakukan pencegahan dan ke depan diharapkan tingkat kebakaran dan kerusakan hutan bisa terus berkurang,” bebernya.
Pemanfaatan drone juga bisa digunakan untuk kegiatan lain tak hanya masalah kebakaran hutan dan pembalakan liar. Di antaranya kegiatan rehabilitasi hutan, pengembangan potensi ekowisata hingga pengelolaan daerah aliran sungai (DAS).
“Segala sektor di kehutanan bisa memanfaatkan teknologi drone ini. Jadi memang akan sangat membantu,” ujarnya.