Saat berkunjung ke Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, janganlah lupa berwisata religi. Sebab, daerah ini dikenal sebagai pusat penyebaran agama Islam, khususnya saat era Kerajaan Banjar pimpinan Sultan Suriansyah.
Salah satu tempat yang wajib dikunjungi adalah Masjid Sultan Suriansyah, salah satu masjid tertua di Kalimantan lantaran dibangun sekitar tahun 1526-1550 Masehi sehingga usianya saat ini hampir lima abad.
“Masjid ini memiliki bentuk yang indah, karya seni juga kaligrafinya. Sebagai destinasi, masjid ini menghadirkan banyak aspek bukan hanya religi tapi juga kekayaan budaya dan kearifan lokal,” kata Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno saat berkunjung ke masjid tersebut, lewat keterangan resmi, Kamis (3/8/2023).
Adapun Masjid Sultan Suriansyah juga dikenal sebagai Masjid Kuin karena berada di tepi Sungai Kuin.
Mirip Masjid Agung Demak di Jawa Tengah
Bila dilihat sepintas, bangunan masjid ini mirip bangunan Masjid Agung Demak di Jawa Tengah. Dilaporkan oleh Kompas.com, Jumat (1/4/2022), pola ruang di masjid ini diadaptasi dari Masjid Agung Demak.
Hal tersebut terlihat dari adanya tiga aspek yakni atap meru, ruang keramat (cella), dan tiang guru. Atap meru berbentuk bertingkat dan mengecil di bagian atasnya, serta dikenal sebagai ciri khas bangunan suci di Jawa dan Bali.
Alasan mengapa Masjid Sultan Suriansyah mengadaptasi bangunan Masjid Agung Demak berkaitan dengan perjalanan hidup Sultan Suriansyah.
Ketua Yayasan Restu Sultan Suriansyah, Syarifuddin Noor menyampaikan, Sultan Suriansyah atau Pangeran Samudera bukanlah penduduk asli Kuin. Beliau merupakan cucu Maharaja Sukamara, Raja Kerajaan Daha.
“Karena ada konflik di kerajaannya, akhirnya ia diasingkan ketika berumur tujuh tahun hingga akhirnya ditemukan oleh penguasa di sini (Kuin),” kata Syarifuddin.
Terdapat sejumlah versi soal mengapa Pangeran Samudera diasingkan dari Kerajaan Daha. Salah satunya adalah soal takhta, dikutip dari laman Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Konon, sebelum mangkat, Maharaja Sukamara berpesan agar Pangeran Samudera menjadi penerus takhtanya. Keputusan tersebut tidak disetujui oleh kedua anaknya yakni Pangeran Tumanggu dan Pangeran Bagalung.
Oleh sebab itu, Pangeran Samudera pun diasingkan. Beliau menyamar menjadi nelayan agar selamat.
“Sampai akhirnya ia tiba di Kuin dan oleh penguasa di sini, Patih Masih namanya, diangkat menjadi anak,” ujar Syarifuddin.
Pangeran Samudera lantas dikirim ke Pulau Jawa oleh Patih Masih karena situasi dinilai masih belum aman. Di Pulau Jawa, Pangeran Samudera belajar di pesantren kepada para Sunan, antara lain Sunan Giri dan Sunan Kalijaga.
Pada periode tersebut, Pangeran Samudera bertemu dengan pendakwah yang telah menyebarkan agama Islam ke berbagai daerah, termasuk Kalimantan. Namanya Khatib Dayan.
Pada usia 14 tahun, Pangeran Samudera diajak kembali ke Kuin oleh Khatib Dayan guna menemui Patih Masih. Setibanya di Kuin, Pangeran Samudera diangkat menjadi Raja Banjar.
“Setelahnya Pangeran Samudera berganti nama menjadi Sultan Suriansyah dan mendirikan Masjid Sultan Suriansyah yang pola ruangnya mengambil inspirasi dari Masjid Agung Demak,” terang Syarifuddin.
Adapun bangunan dasar Masjid Sultan Suriansyah merupakan rumah panggung dari kayu ulin. Atapnya tumpang tiga dengan hiasan mustaka di ujungnya.
Di bagian dalam masjid ada mimbar dari kayu ulin. Lengkungan di muka mimbar dihiasi kaligrafi Arab, sedangkan di bawah tempat duduk mimbar ada sembilan undak-undak berhiaskan ukiran sulur-suluran, kelopak bunga, dan arabes.
“Masjid ini juga telah mengalami beberapa kali pemugaran. Namun keaslian bentuknya tetap dijaga, dan beberapa ornamen seperti tiang juga masih asli,” ujar Syarifuddin.
Ada makam Sultan Suriansyah
Tidak jauh dari Masjid Kuin terdapat makam Sultan Suriansyah. Makam ini terletak di dalam kompleks pemakaman kerajaan yang beratap.
Selain makam Sultan Suriansyah, di kompleks tersebut ada pula makam Ratu Intan Sari, ibu Sultan Suriansyah; Sultan Rahmatullah, putra Sultan Suriansyah atau Raja Banjar kedua; Sultan Hidayatullah, cucu Sultan Suriansyah atau Raja Banjar ketiga; Khatib Dayan; dan Patih Masih.
Makam Sultan Suriansyah dan ratunya dikelilingi pagar sepanjang kira-kira 6,4 meter dan setinggi 2,35 meter. Terbuat dari beton besi dan kayu ulin, pagar ini dihiasi motif floralistik.
Berpindah dari makam Sultan Suriansyah, wisatawan bisa menyambangi Museum Sultan Dayan yang berisi benda-benda peninggalan Kerajaan Banjar.
Di tempat ini, wisatawan bisa melihat potret Masjid Sultan Suriansyah dan suasana sekitarnya pada zaman dahulu.
Sumber: Kompas