Penandatanganan perjanjian perdagangan Indonesia-Australia sekarang dapat ditunda, di mana Menteri Perdagangan Indonesia Enggartiasto Lukita mengakui kegelisahannya bahwa kemungkinan pemindahan Kedutaan Besar Australia di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem dapat mendorong mundur tanggal penandatanganan.
Dan Lukita telah menyarankan agar Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne mengangkat telepon dan berbicara dengan rekannya di Indonesia, Retno Marsudi, untuk mengatasi kekhawatiran Indonesia atas pemindahan kedutaan tersebut.
Fairfax Media mengungkapkan minggu ini bahwa Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia—nama resmi untuk perjanjian perdagangan tersebut—telah diterjemahkan dan secara hukum ‘dikaji’ untuk memastikannya mematuhi hukum kedua negara dan siap untuk ditandatangani.
Tanggal yang ditulis untuk penandatanganan tersebut adalah 14 November pada pertemuan ASEAN di Singapura yang akan dihadiri oleh Perdana Menteri Scott Morrison dan Presiden Joko Widodo. Keduanya akan mengadakan pertemuan bilateral singkat di acara tersebut.

Tapi walau dokumen itu telah diselesaikan, Lukita pada Jumat (9/11) mengisyaratkan ketidaknyamanan di Kementerian Luar Negeri Indonesia, atas kemungkinan pemindahan Kedutaan Besar Australia. Status Palestina adalah masalah yang sensitif secara politis di Indonesia, dan pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel akan menjadi kontroversial secara politik—dan mengatakan bahwa Kemlu masih perlu memberikan persetujuan untuk terus memajukannya.
“Kami sedang menunggu sinyal dari Menteri Luar Negeri (Marsudi). Saya bertemu Menteri Perdagangan Australia Simon (Birmingham), baru-baru ini di Shanghai, dan mengatakan kepadanya ‘tugas kami adalah menyelesaikannya. Kapan saja kami dapat menandatanganinya.’ Jadi kami (dari Kementerian Perdagangan) dapat menandatanganinya kapan saja. Sudah selesai,” kata Lukita.

“Saya juga bertemu dengan sahabat saya, Steve Ciobo (Menteri Perdagangan Australia sebelumnya) baru-baru ini. Dia memberikan kontribusi besar pada perjanjian ini. Saya mengatakan kepadanya, ‘inilah saatnya Menteri Luar Negeri (Australia) harus menghubungi Menteri Luar Negeri saya.’ Dan dia mengerti. Ini tentang Palestina. Kita semua tahu ini. Karena itu (kesepakatan perdagangan) tentu saja harus sesuai dengan kebijakan luar negeri kami, ‘kan?”
Komentar-komentar Lukita dan potensi keterlambatan dalam penandatanganan ini, menyoroti betapa sensitifnya secara politis pemindahan kedutaan tersebut—yang direncanakan Morrison selama pemilu Wentworth—di Indonesia. Mereka juga menggarisbawahi perpecahan dan perdebatan di dalam pemerintah Indonesia tentang bagaimana menangani masalah ini.
Ditanya langsung pada Jumat (9/11) apakah Indonesia akan menolak untuk menandatangani kesepakatan jika Australia melanjutkan dalam memindahkan kedutaannya ke Yerusalem, Lukita menolak menjawab.
“(Saya akan) membiarkan Menteri Luar Negeri menjawab ini. Saya tidak akan melakukan (penandatanganan) tanpa kesepakatan dengan Kemlu karena kebijakan luar negeri terletak pada Kemlu,” katanya.
Marsudi menolak untuk menjawab pertanyaan dari Fairfax Media tentang perjanjian tersebut, setelah sebuah acara di Jakarta pada Jumat (9/11).
Menteri Perdagangan Indonesia juga mengatakan bahwa dia lebih suka melihat kesepakatan perdagangan tersebut ditandatangani di Indonesia atau Australia, bukan Singapura.
“Jika Anda bertanya kepada saya, tentu saja saya ingin melakukannya di negara saya sendiri. Mengapa itu harus dilakukan di luar sana (di Singapura)? Atau jika kita harus memilih (seharusnya dilakukan) di sini atau Australia. Tapi tentu saja saya lebih suka melakukannya di sini.”
Fairfax Media juga menghubungi Birmingham untuk meminta komentar pada Jumat (9/11).
Para analis sebelumnya telah memperingatkan bahwa jika pemindahan kedutaan tersebut dilanjutkan, paling tidak, ratifikasi perjanjian tersebut oleh Parlemen Indonesia dapat ditunda karena sensitivitas politik atas pemindahan tersebut selama tahun pemilu.
Morrison telah berjanji meninjau langkah kedutaan itu, tetapi belum mengatakan kapan peninjauan itu akan disimpulkan.