Keresahan dialami warga Desa Nateh dan Batu Tangga, Kecamatan Batang Alai Timur, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Mereka sudah mendengar terbitnya surat edaran dari Kementerian ESDM RI yang mempersilakan PT Mantimin Coal Mining (MCM) melakukan penambangan di wilayahnya.
Surat yang ditandatangani Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM RI Bambang Gatot Ariyono itu secara resmi menyatakan tahap operasi produksi PT MCM meliputi tiga kabupaten. Mulai dari Tabalong, Balangan dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah dengan luas 5.908 hektare.
Desa yang jaraknya 30 kilometer dari pusat Kota Barabai ini memang tepat berada di kaki Pegunungan Meratus. Jika pertambangan batu bara benar akan dilakukan, pemandangan desa yang dikelilingi indahnya gunung dan sungai ini terancam rusak.
“Jika benar akan ditambang, desa kami Nateh ini akan tinggal nama saja. Warga yang sudah turun-temurun tinggal di sini akan kehilangan tanah dan rumah. Ke mana nantinya kami akan pindah,” ungkap tokoh masyarakat Desa Nateh, Arbain, Jumat (12/1) kemarin.
Pria paruh baya yang biasa disapa Amang Andur ini mengatakan, masyarakat desanya tegas menolak pertambangan batu bara. Menurutnya, 300 kepala keluarga yang ada di desa tersebut sudah merasa tercukupi kebutuhannya.
Baik dari usaha menyadap karet, berkebun, menanam padi gunung, dan juga menjadi pemecah batu. “Kami sampai kapanpun, bahkan sampai titik darah penghabisan akan menolak menjual tanah kami. Kalau untuk permukiman masyarakat tidak masalah jual beli tanah. Tapi kalau untuk tambang, kami tetap tidak akan menjual tanah kami,” ungkap Ketua BPD Desa Nateh ini.
Selain itu, warga Desa Nateh takut dengan limbah dari pertambangan batu bara ini. Merusak dan mencemari sungai, persawahan, dan kebun karet yang menjadi mata pencaharian mereka. “Kami juga sering berbincang dengan kawan-kawan baik yang ada di Kota Barabai ataupun di Balangan. Tambang batu bara ini tidak banyak efek positifnya,” sebutnya.
Bahkan, warga sekitar pun hanya sedikit yang akan bekerja di pertambangan. “Dari awal kami sudah tegas menolak,” tegasnya. Amang Andur mengakui potensi batu bara di wilayah sangat banyak. Jika ditambang, semua wilayah desa mereka jelas akan berlubang.
Warga Desa Nateh lainnya, Hasan, baru mengetahui kabar akan adanya tambang di daerah mereka. Tapi, dia juga setuju dengan Amang Andur. Tidak akan pernah menjual tanah mereka untuk pertambangan. “Kami juga takut banjir nantinya. Kalau kami banjir, Birayang dan Barabai pasti akan lebih parah lagi imbasnya,” ungkapnya.
Di Desa Nateh ini ada beberapa objek wisata. Mulai dari Gua Berangin, Gua Kuhup, Gua Sawar, dan pemandangan indah di Sungai Batang Alai. Daerah ini sering dijadikan tempat Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari berbagai universitas di Kalimantan Selatan, termasuk Universitas Lambung Mangkurat setiap tahun.
Sedangkan untuk Desa Batu Tangga ada Bendungan Air Batang Alai yang mengatur irigasi untuk tiga kecamatan di Kabupaten HST serta menyuplai air bersih PDAM untuk masyarakat.
Seperti diberitakan harian ini sebelumnya, berdasarkan SK Menteri ESDM bernomor 441.K/30/DJB/2017 kegiatan operasi produksi PT MCM diberikan sejak tanggal 4 Desember 2017 sampai dengan 25 Desember 2034 atau 17 tahun waktu kalender. PT MCM akan melakukan kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan, serta pengangkutan dan penjualan batu bara di Banua Enam.
Terkait keputusan naiknya tahap PKP2B menjadi tahap operasi produksi pertambangan PT MCM memicu gejolak penolakan di daerah. Wakil Bupati HST HA Chairansyah telah menyatakan pada prinsipnya sampai kapanpun Pemkab HST menolak adanya pertambangan batu bara dan perkebunan sawit.
Menurutnya, penolakan ini berdasarkan berbagai kajian, utamanya untuk melestarikan lingkungan dan menjaga pegunungan Meratus agar tidak dirambah pertambangan. Hutan dan pegunungan Meratus ini ibarat atap bagi Kabupaten HST dan Kalsel pada umumnya. Kota Barabai makin sering diterjang banjir belakangan ini. Chairansyah berharap semua pihak bersatu padu menolak pertambangan ini.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono juga menilai pemerintah pusat sudah tidak menghormati pemerintah daerah terkait komitmen untuk menolak pertambangan dan perkebunan sawit di HST.
Apalagi dalam Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RJP) Kabupaten HST tak ada sama sekali instruksi untuk melanggengkan aktivitas pertambangan.
Wartawan sempat menelusuri keberadaan PT MCM yang beralamat di Jalan Ahmad Yani Kilometer 1, Kota Banjarmasin. Alamat tersebut didapat berdasar penelusuran melalui internet. Namun, saat dikunjungi perusahaannya sudah tak dapat ditemukan. Begitu juga dengan nomer telepon PT MCM yang beredar di internet, saat dihubungi, panggilan tak kunjung tersambung.