Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menetapkan aturan bunga di industri financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending alias pinjaman online (pinjol) dengan menurunkan batas maksimum manfaat kepada peminjam dana (borrower).
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman mengatakan bahwa ketentuan penurunan bunga pinjol diatur dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 19/SEOJK.05/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).
“Ini yang ditunggu-tunggu masyarakat. Karena kita sama-sama tahu pada saat sekarang ini [batas maksimum manfaat ekonomi pinjol] 0,4% per hari. Di pengaturan yang baru ini, kita secara bertahap akan menyesuaikan manfaat ekonomi,” kata Agusman dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (10/11/2023).
Untuk pendanaan konsumtif, Agusman menjelaskan manfaat ekonomi atau bunga pinjol akan mulai diturunkan secara bertahap. Nantinya, manfaat ekonomi untuk pinjol konsumtif turun menjadi 0,3% per hari pada Januari 2024. Kemudian pada 2025 menjadi 0,2% per hari. Sedangkan pada 2026 dan tahun berikutnya adalah 0,1% per hari.
“Mengapa? Karena penyesuaian. Jadi tidak bisa serentak tiba-tiba menjadi 0,1% per hari, nanti industri jadi bisa terganggu sustainability-nya. Jadi 0,3% per hari di 2024, 0,2% per hari untuk 2025, dan 0,1% per hari di 2026 dan tahun-tahun selanjutnya,” jelasnya.
Sementara untuk manfaat ekonomi pendanaan produktif, Agusman menerangkan bahwa untuk 2 tahun pertama, sejak 2024–2025 adalah 0,1% per hari. Sedangkan sejak 2026 dan selanjutnya adalah 0,67% per hari.
Agusman menjelaskan pengenaan manfaat ekonomi pinjol di segmen produktif yang lebih rendah ini dilakukan untuk mendorong kegiatan produktif, terutama di sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
“Karena selama ini UMKM di sektor pendanaan produktif salah satu yang menjadi kendala adalah masalah mahalnya pendanaan. Sehingga kami beri ruang, di mana sebetulnya ada kesempatan yang luas di industri P2P lending untuk membantu masyarakat luas untuk menggerakan pendanaan, baik di sektor produktif dan konsumtif,” ungkapnya.
Meski demikian, Agusman menjelaskan angka batas maksimum ini dapat dievaluasi secara berkala dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan industri fintech P2P lending.
“Angka-angka batas maksimum tadi bisa saja kita evaluasi berikutnya kalau saja ada perubahan di perekonomian maupun di industri P2P lending,” imbuhnya.
Selain penurunan nilai manfaat, OJK juga mengatur denda keterlambatan di pinjol. Misalnya untuk pendanaan konsumtif, maksimal denda keterlambatan menjadi 0,3% per hari pada 2024, sebesar 0,2% per hari pada 2025, sedangkan pada 2026 dan selanjutnya adalah 0,1% per hari.
Kemudian untuk manfaat ekonomi pinjol dengan pendanaan produktif, denda keterlambatannya adalah 0,1% per hari pada 2024–2025. Kemudian sebesar 0,67% per hari pada 2026 dan tahun berikutnya.
“Kenapa harus diatur? Pertama, karena ini adalah turunan dari POJK 10/2022, di sana sudah ada mandat untuk diatur lebih lanjut penerimaan manfaat ekonomi oleh OJK, sekarang kami laksanakan,” terangnya.
Kedua, OJK menilai bahwa pasar di industri fintech P2P lending yang belum mature. Agusman menuturkan pada saat pasar belum berkembang dengan baik dan masih butuh dukungan dan kerja sama, maka regulator harus berada di jalur terdepan.
“Kami hadir untuk mengarahkan ini sesuai dengan roadmap dan ini supaya industri LPBBTI atau P2P lending dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih baik melalui dukungan pendanaan untuk sektor yang produktif dan UMKM,” pungkasnya.
Sumber: Bisnis.com