Thursday, November 21, 2024
HomeBeritaTahun Depan Berat! AS Sampai China Bisa Ganggu Ekonomi RI

Tahun Depan Berat! AS Sampai China Bisa Ganggu Ekonomi RI


Dengan kekayaan sumber daya alam yang luar biasa dan jumlah penduduk yang besar, Indonesia siap untuk melanjutkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Namun potensi ini hanya dapat dimanfaatkan sepenuhnya melalui investasi yang signifikan dan berkelanjutan pada infrastruktur negara. Beberapa tahun yang lalu, Bank Dunia menggarisbawahi dampak positif yang besar dari infrastruktur terhadap perekonomian, khususnya negara-negara berkembang.

Saat ini, Indonesia menantikan pemilihan presiden pada tanggal 14 Februari 2024 mendatang, calon kandidat harus memahami pentingnya infrastruktur sebagai kunci utama kemajuan ekonomi. Tiga kandidat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) tahun 2024 yakni Anies Baswedan-Cak Imin, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.

Mereka harus mulai membentuk platform dan program kerja yang jelas dan komprehensif di sektor infrastruktur untuk dipresentasikan kepada para pemilih, dan program-program ini merupakan bagian integral dari visi mereka untuk masa depan Indonesia.

Namun, menurut Bank Dunia perekonomian yang lemah membayangi musim pemilu di Indonesia. Perekonomian Indonesia diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,9% pada tahun 2024, turun dari 5% pada tahun ini, karena perlambatan perdagangan dan harga komoditas yang lebih rendah, menurut Bank Dunia.

Lingkungan ekonomi makro yang lebih sulit ini dapat menjadi faktor penting bagi para pemilih untuk datang ke tempat pemungutan suara menjelang pemilihan umum Indonesia pada tanggal 14 Februari tahun depan.

Dalam laporan Prospek Perekonomian Indonesia terbaru yang diterbitkan pada Rabu (13 Desember), Bank Dunia memperingatkan risiko-risiko negatif yang dapat menghambat momentum pertumbuhan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini.

Faktor global, terutama kekhawatiran tingginya suku bunga acuan Amerika Serikat dan krisis geopolitik Timur Tengah menjadi faktor utama yang melatarbelakangi volatilitas perekonomian Indonesia pada tahun depan. China juga menjadi sorotan karena ekonominya akan terus melemah.

Dalam laporan Bank Dunia, konsumsi swasta diperkirakan akan menjadi pendorong utama pertumbuhan pada tahun 2024. Investasi dunia usaha dan belanja publik juga diperkirakan akan meningkat sebagai dampak dari reformasi dan proyek-proyek pemerintah yang baru.

Ekonomi Indonesia

Inflasi Indonesia diperkirakan akan menurun menjadi 3,2% pada tahun 2024 dari rata-rata 3,7% pada tahun ini, sesuai dengan target Bank Indonesia. Menurunnya inflasi mencerminkan melemahnya harga komoditas dan kembalinya tingkat pertumbuhan permintaan domestik ke tingkat normal setelah pemulihan pascapandemi. Pada saat yang sama, terdapat tekanan kenaikan pada harga pangan akibat dampak pola cuaca El-Nino, yang dapat mengganggu produksi pangan di beberapa tempat.

Nilai ekspor Indonesia mengalami penurunan, dengan defisit transaksi berjalan sebesar US$900 juta atau 0,6% dari produk domestik bruto (PDB) pada bulan November 2023.

Bank Dunia mengatakan hal ini terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas di tengah perlambatan ekonomi global. Indonesia adalah eksportir minyak sawit terbesar di dunia dan eksportir utama nikel olahan, yang digunakan untuk membuat kendaraan listrik.

Ekspor jasa diharapkan mendapat manfaat dari pemulihan pariwisata yang berkelanjutan, sementara harga komoditas yang lebih rendah dan pertumbuhan global yang lebih lemah akan menghambat ekspor barang. Pendapatan pemerintah sebagai bagian dari PDB diperkirakan akan meningkat seiring dengan terwujudnya dampak reformasi perpajakan, sementara belanja pemerintah diperkirakan akan secara bertahap kembali ke tingkat sebelum pandemi.

Meskipun perekonomian Indonesia saat ini lebih besar dibandingkan sebelumnya, seperti banyak negara lain, perekonomian Indonesia belum sepenuhnya pulih ke kondisi sebelum pandemi. Hal ini mencerminkan dampak buruk dari pandemi ini, termasuk pada pasar tenaga kerja dan pertumbuhan produktivitas.

Prospek perekonomian secara keseluruhan mempunyai risiko-risiko negatif, terutama yang berasal dari luar Indonesia. Suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama di negara-negara besar dapat membebani permintaan global, meningkatkan biaya pinjaman, dan mempersulit peminjaman di pasar dunia. Ketidakpastian geopolitik global dapat mengganggu rantai nilai.

“Indonesia memiliki rekam jejak dalam mengatasi guncangan dan menjaga stabilitas ekonomi,” ujar Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen.

“Tantangan bagi negara ini adalah membangun fundamental ekonomi yang kuat untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, lebih ramah lingkungan, dan lebih inklusif. Untuk mencapai pertumbuhan tersebut, penting untuk terus melaksanakan reformasi yang menghilangkan hambatan yang membatasi pertumbuhan efisiensi, daya saing, dan produktivitas. Hal ini akan memungkinkan Indonesia untuk mempercepat pertumbuhan, menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan lebih baik, serta mencapai visinya menjadi negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2045.”

Bagian khusus dari laporan ini memberikan saran bagaimana Indonesia dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan memperkuat ketahanan sekaligus memperlambat emisi gas rumah kaca. Transisi Indonesia menuju perekonomian rendah karbon dan berketahanan iklim sebenarnya dapat menghasilkan fase baru pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.

Indonesia dapat memanfaatkan kemajuan yang telah dicapai dalam mengatasi tantangan perubahan iklim melalui kebijakan fiskal, keuangan, dan perdagangan. Kebijakan fiskal dapat membantu meningkatkan pendapatan dan mendisinsentifkan penggunaan bahan bakar fosil. Instrumen keuangan seperti obligasi ramah lingkungan dapat memobilisasi pendanaan untuk mitigasi dan adaptasi iklim. Reformasi kebijakan perdagangan dapat mempermudah impor produk yang diperlukan untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Indonesia dapat mempercepat transisi hijau dengan mengembangkan rencana untuk menyelesaikan reformasi subsidi bahan bakar dan memperluas penetapan harga karbon. Hal ini dapat menyederhanakan atau menghapuskan langkah-langkah perdagangan non-tarif yang berlaku untuk barang-barang ramah lingkungan.

“Melalui serangkaian tindakan yang ditargetkan, Indonesia dapat meningkatkan pendorong produktivitas dan efisiensi, membantu mengurangi biaya jangka pendek dari pengurangan emisi dan adaptasi, sekaligus memperkuat prospek pertumbuhan jangka panjang,” menurut Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Les Habib Rab.

Sumber: CNBC Indonesia

RELATED ARTICLES

TRANSLATE

Most Popular