Wednesday, October 16, 2024
HomeEkonomiResolusi 2024: Mencari Presiden yang Komitmen Dalam Keberlanjutan Lingkungan di Kalimantan

Resolusi 2024: Mencari Presiden yang Komitmen Dalam Keberlanjutan Lingkungan di Kalimantan


KETIKA pemangku kebijakan berkomitmen terhadap lingkungan yang berkelanjutan di Pulau Kalimantan, kita dapat membayangkan, beberapa puluh tahun kedepan, anak cucu kita hidup dengan udara bersih karena masih ada hutan Kalimantan yang terus menghasilkan oksigen, pangan cukup karena petani tidak gagal panen dan tidak dikibuli oleh program bualan pemerintah, dan pemukiman layak karena daratan tidak terus tergerus oleh air laut.

Berkaca pada kondisi Indonesia saat ini, sepanjang 2023 Indonesia dilanda musim kemarau panjang yang disertai El Nino, yang menyebabkan beberapa wilayah mengalami kekeringan. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika [BMKG], menyatakan rata-rata suhu udara Indonesia pada Juli 2023 mencapai 26,7 derajat Celcius, suhu ini lebih tinggi dibandingkan sebelumnya [periode 1991-2020], kenaikannya sekitar 0,5 derajat Celcius.

Perubahan iklim global membuat siklus dan kekuatan El Nino dan La Nina sulit untuk diprediksi. Naiknya suhu Bumi sekitar 1,2 derajat Celcius, memungkinkan El Nino dan La Nina tidak terjadi dalam kurun waktu 2-7 tahun. Puncak kecemasan masyarakat Indonesia ketika El Nino dan La Nina dengan suhu yang ekstrem tersebut berlangsung setiap tahun di Indonesia.

Karena hal ini kita tidak lagi mengenal musim kemarau dan musim hujan. Kita mengenal musim kekeringan dan musim banjir. Turunnya air yang sulit ditebak membuat kita dilanda banjir dan kekeringan sepanjang tahun, terlebih lagi manajemen irigasi yang ada di beberapa kota Kalimantan kurang siap dalam mengairi air dari hulu ke hilir.

Sejumlah kajian sudah mengingatkan makin panasnya bumi tak hanya menaikkan permukaan laut yang mengancam wilayah pesisir di Indonesia. Sektor energi dan lahan menyumbang 90% emisi gas rumah kaca di Indonesia. Karena itu, perlu usaha keras menjaga keberlanjutan lingkungan di pulau Kalimantan.

Bergeser ke Ibu Kota Nusantara (IKN) yang juga ada di pulau Kalimantan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkap total luas bukaan tambang di dalam kawasan IKN mencapai 29 ribu hektar dengan bukaan lubang tambang yang terdiri atas 2.415 lubang. KLHK mengusung tiga konsep untuk merehabilitasi lubang tersebut, yakni dijadikan hutan rawa buatan, dijadikan tempat agrowisata, dan memanfaatkan air dalam lubang itu untuk perikanan, olahraga dan sumber air bersih IKN. Namun sayangnya, konsep yang ditawarkan KLHK tersebut bukanlah solusi, justru malah akan kembali memakan korban. Lubang tambang terbuka solusinya segeralah di reklamasi, gunakan dana Jamrek yang sudah diberikan.

Maraknya industri pertambangan, khususnya batubara di Kaltim, ternyata membawa dampak sangat merugikan. Kini ada ribuan lubang bekas tambang yang dibiarkan terbuka. Dari tahun 2011-2022 sudah ada 40 orang yang menjadi korban dari ganasnya lubang tambang. Sebanyak 33 diantaranya adalah anak-anak.

Permasalahan lubang tambang bukan lagi hal yang sepele, ini merupakan permasalahan yang sangat serius di Kalimantan Timur dan duka masyarakat Indonesia. Lubang bekas galian tambang batubara tersebut dibiarkan saja terbuka tanpa adanya pagar atau papan peringatan, padahal menurut aturannya ada yang disebut kegiatan pasca tambang. Hal selanjutnya, lubang-lubang tambang tersebut cukup dekat jaraknya dengan pemukiman penduduk, sehingga dugaan awal pemberian izin usaha pertambangan (IUP) diberikan secara sembarang tanpa melakukan studi kelayakan sebelumnya.

Dampak dari obral izin ini adalah tumpang tindih antar Kawasan. Selain telah menelan banyak korban, lubang tambang ini juga merugikan secara faktor lingkungan seperti lubang tambang di kawasan padat pemukiman meninggalkan air beracun dan logam berat, kemudian dampak sosialnya adalah hilangnya lahan bermain anak-anak. Terdapat beberapa pelanggaran hak asasi manusia dari jatuhnya 40 korban ini, seperti hak untuk hidup, hak atas lingkungan hidup yang sehat dan bersih, hak atas rasa aman, hak anak dan hak untuk memperoleh keadilan. Pertanian masyarakat kerap terganggu karena sungai-sungai yang mengairi sawah dan kebun tercemar limbah dan polusi tambang yang berujung gagal panen.

Secara logika untuk mengeruk batubara, harus menghilangkan hutan di atasnya. Emisi metana yang ada di Indonesia merupakan akibat tambang batubara yang menjadi salah satu penyumbang gas rumah kaca, dengan menempati urutan ke delapan di dunia. Studi kasus di Kecamatan Balangan, Kalimantan Selatan misalnya, satu desa bahkan dihilangkan untuk mendukung operasional tambang. Di Bengalon, Kalimantan Timur, Masyarakat Adat Dayak Basap terancam dari tanah adatnya karena tambang. Menariknya lagi, di salah satu jalan utama Samarinda – Sanga Sanga bisa berubah rutenya demi memenuhi galian pertambangan.

Sisi lain proses pencairan dan penggasan batubara juga mahal. Jika kebijakan ini diteruskan, negara akan merugi, sementara masyarakat Indonesia yang membayar pajak akan menanggung beban dari semua keserakahan ini.

Bulan Februari nanti, Masyarakat Indonesia akan menentukan pilihan presiden yang baru. Menggantikan Joko Widodo yang sudah 10 tahun memimpin Indonesia. Partai politik sudah menyodorkan tiga calon untuk ditentukan oleh para pemilih di Indonesia. Yakni Anies Rasyid Baswedan, Ganjar Pranowo, serta Prabowo Subianto.

Apakah presiden terpilih nanti menjalankan amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) yang menentukan, “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”? Sepanjang narasi yang disuarakan selama kampanye, beberapa pernyataan yang disampaikan saat debat calon presiden maupun pada berbagai pertemuan politik, narasinya hampir sama seperti calon Presiden Indonesia di masa sebelumnya: mewujudkan negara dan bangsa Indonesia menjadi lebih makmur, sejahtera, dan berkeadilan. Hal tersebut merupakan lagu lama yang didengungkan sejak berdirinya negara Republik Indonesia, mulai dari rezim Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi.

Resolusi KAMMI Kaltim-Kaltara berharap Presiden yang terpilih nanti mampu memiliki komitmen yang jelas dalam keberlanjutan lingkungan di pulau Kalimantan. Kerusakan hutan dan lahan basah tersebut diduga sebagai dampak dari aktivitas ekonomi ekstraktif. Misalnya penambangan mineral, perkebunan skala besar, perambahan, permukiman, dan infrastruktur.

Hari ini, bangsa Indonesia dan dunia membutuhkan jaminan masa depan bumi yang lebih baik, terutama dengan kekayaan alam dan oksigen yang ada di hutan Kalimantan. Bumi yang menjamin umat manusia bersama makhluk hidup lainnya terhindar dari kepunahan.

Dari semua kebobrokan dan keserakahan yang ditampilkan penguasa, mestilah perjuangan KAMMI di Bumi Kalimantan tidak boleh berhenti sampai masyarakat benar-benar sejahtera hidupnya dan merasakan kelestarian tanah air Indonesia.

Resolusi 2024 KAMMI Kaltim-Kaltara dalam mendorong presiden selanjutnya untuk berkomitmen dalam menciptakan lingkungan yang berkelanjutan di Kalimantan untuk Indonesia yang Sejahtera, dengan cara:

  • Tidak lagi memberi ruang untuk menggunakan energi fosil atau sumber energi lain (ekstraktif) yang berisiko mengancam jiwa dan kesehatan manusia di bumi Kalimantan.
  • Melakukan perbaikan nilai ekosistem lingkungan dari dampak industri ekstraktif.
  • Menciptakan UU yang mengakui dan melindungi keberadaan masyarakat dan wilayah adat yang merupakan bagian dari Bangsa Indonesia.
  • Menciptakan UU yang mendukung energi terbarukan yang mendukung ekonomi hijau untuk kesejahteraan masyarakat.

Semoga dengan komitmen ini, Indonesia yang lebih baik dan bermartabat serta keridhaan dari Allah Pencipta alam semesta dapat terwujud di pemimpin yang tepat.

Source: Kaltim Today

RELATED ARTICLES

TRANSLATE

Most Popular